Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas untuk Memenuhi Tugas Hukum HAM
Mata Kuliah:
Hukum Hak Asasi Manusia
Dosen:
1. Dr. Walter Wanggur, S.H., M.H.
2. Meliyani Sidiqah, S.H., M.H.
SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG
INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL DAN INSTRUMEN HUKUM
REGIONAL PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
a. Instrumen Hukum Internasional Perlindungan HAM
Instrumen hukum internasional adalah perjanjian dan teks internasional
lainnya yang berfungsi sebagai sumber hukum untuk hukum hak asasi manusia
internasional dan perlindungan hak asasi manusia secara umum.
Penegakan HAM secara internasional dapat didasarkan pada instrumen
HAM internasional yang terdiri atas berbagai jenis antara lain:
1. Deklarasi
1) Declaration by United Nation (Deklarasi PBB)
Deklarasi PBB diterbitkan tanggal 8 januari 1975. pernyataan
tentang HAM dalam deklarasi ini tercermin dalam penggalan kalimat yang berbunyi: “bahwa kemenangan adalah penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independence, dan kebebasan beragama serta untuk mempertahankan Hak Asasi Manusia dan keadilan”.
2) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM merupakan langkah besar yang diambil oleh masyarakat
internasional pada tahun 1948. DUHAM merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan realisasi dari hak-hak dasar yang terdapat dalam Piagam PBB, misalnya (yang terkait dengan penegakan hukum) Pasal 3, 5, 9, 10 dan 11. Pasal-pasal tersebut
secara berturut-turut menetapkan hak untuk hidup; hak atas kebebasan dan
keamanan diri; pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia; pelarangan
penangkapan sewenang-wenang; hak atas keadilan; hak atas praduga tak
bersalah sampai terbukti bersalah; serta pelarangan hukuman berlaku surut.
Dalam instrumen internasional terdapat dua kovenan internasional yaitu: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
3) Deklarasi tentang Hak-hak Penyandang Cacat (PBB, 1975)
Deklarasi tentang Hak-Hak Penyandang Cacat adalah deklarasi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa , dibuat pada
tanggal 9 Desember 1975. Ini adalah resolusi ke 3447 yang dibuat oleh Majelis.
4) Deklarasi tentang Hak atas Pembangunan ( PBB , 1986).
Hak atas pembangunan adalah hak yang tidak dapat dicabut (an inaliable right) dengan dasar setiap individi dan seluruh manusia memiliki hak untuk berpartisipasi, berkontribusi, dan menikmati pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Hak untuk pembangunan pertama kali diakui pada tahun 1981 dalam Pasal 22 Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Masyarakat sebagai hak individu dan kolektif yang definitif. Pasal 22 (122) menyatakan bahwa: "Semua orang akan memiliki hak untuk pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka dengan memperhatikan kebebasan dan identitas mereka dan dalam kenikmatan
yang sama atas warisan bersama umat manusia."
Hak untuk pembangunan kemudian diumumkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1986 dalam "Deklarasi
tentang Hak atas Pembangunan," yang diadopsi oleh resolusi Majelis Umum PBB 41/128. Hak atas pembangunan adalah hak
kelompok orang-orang yang bertentangan dengan hak individu , dan ditegaskan kembali oleh Deklarasi Wina dan Program Aksi tahun 1993.
5) Deklarasi Wina dan Program Aksi ( Konferensi Dunia Hak Asasi
Manusia , 1993).
Deklarasi Wina dan Program Aksi ditetapkan sebagai hak universal dan tidak dapat dicabut dan merupakan bagian integral dari manusia fundamental. Sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi
tentang Hak atas Pembangunan, manusia adalah subjek utama pembangunan. Sementara pembangunan memfasilitasi penikmatan semua hak asasi manusia, kurangnya pembangunan mungkin tidak
dapat digunakan untuk membenarkan penjumlahan hak asasi manusia yang diakui secara internasional.
6) Deklarasi Tugas dan Tanggung Jawab Manusia ( UNESCO , 1998).
Deklarasi Tugas dan Tanggung Jawab Manusia ( DHDR ) ditulis untuk memperkuat pelaksanaan hak asasi manusia di bawah
naungan UNESCO dan kepentingan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak
Asasi Manusia dan diproklamasikan pada tahun 1998. Deklarasi ini juga dikenal sebagai Deklarasi Valencia.
7) Deklarasi Universal tentang Keanekaragaman Budaya ( UNESCO,
2001).
Deklarasi Universal tentang Keanekaragaman Budaya adalah deklarasi yang diadopsi oleh Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada
sesi ke tiga puluh satu pada tanggal 2 November 2001.
Deklarasi ini didasari oleh 12 Artikel. Pasal 1 menyatakan bahwa Sebagai sumber pertukaran, inovasi dan kreativitas,
keanekaragaman budaya sama pentingnya dengan umat manusia seperti halnya keanekaragaman hayati untuk alam. Dalam hal ini, ia adalah warisan bersama dari kemanusiaan dan harus diakui dan
ditegaskan untuk kepentingan generasi sekarang dan masa depan.
Pasal 4 menjelaskan bahwa keanekaragaman budaya mungkin
tidak melanggar HAM yang dijamin oleh hukum internasional. Pasal 5 menegaskan hak linguistik sebagai ha budaya sesuai dengan UU HAM Internasional. Pasal 6 menegaskan kebebasan berekspresi, pluralisme media, dan multibahasa. Dan pasal 12 mendefinisikan peran UNESCO.
8) Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat ( PBB, 2007)
Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat mengakui hak untuk pembangunan sebagai hak masyarakat adat. Deklarasi menyatakan dalam pembukaannya bahwa Majelis Umum "Prihatin bahwa masyarakat adat telah menderita dari ketidakadilan bersejarah
sebagai akibat, antara lain, kolonisasi dan perampasan tanah, wilayah dan sumber daya mereka, sehingga mencegah mereka dari melakukan, khususnya, hak mereka untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka sendiri. "
Pasal 23 menguraikan Masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas dan strategi untuk melaksanakan" hak mereka untuk pembangunan ".
9) Deklarasi PBB tentang orientasi seksual dan identitas gender ( PBB, 2008).
Pada April 2003, Brasil mengajukan resolusi yang melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seksual kepada Komisi PBB untuk
Hak Asasi Manusia . Namun, dalam debat berikutnya, Komisi memutuskan untuk menunda diskusi tentang resolusi tersebut hingga 2004. Pengajuan tersebut menekankan bahwa hak asasi manusia
berlaku untuk semua manusia tanpa memandang orientasi seksual. Pada tahun 2008, 34 negara anggota Organisasi Negara -
negara Amerika telah secara bulat menyetujui serangkaian resolusi yang menegaskan bahwa perlindungan hak asasi manusia meluas ke orientasi seksual dan identitas gender.
2. Konvensi
1) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR), 16 Desember 1966.
Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai
berlaku secara internasional sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur mengenai:
a) Hak hidup;
b) Hak Untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara
kejam, tidak manusiawi atau direndahkan martabat;
c) Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
d) Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar
ketidakmampuan memenuhi kewajiban kontraktual.
e) Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan
badan peradilan; dan
f) Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku
surut dalam penerapan hukum pidana.
Kovenan ini telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia.
Indonesia turut mengaksesinya atau pengesahannya melalui UndangUndang No. 12 tahun 2005, sehingga mengikat pemerintah beserta
aparatnya. Pelaksanaan Kovenan ini diawasi oleh Komite Hak Asasi
Manusia.
2) Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya (International Covenant on Ecconomic Social and Cultural Rights/ICESCR), 16 Desember 1966.
Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005 mengesahkannya. Alasan perlunya
mempertimbangkan hak-hak dalam Kovenan ini adalah:
a) Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
b) Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari adalah tidak benar,
karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-diskriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa.
c) Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal sebagai sesuatu yang saling terkait satu sama lain.
Seperti halnya Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini dalam pelaksanaannya juga diawasi oleh suatu Komite (Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
3) Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination/ICERD), 21 Desember 1965.
Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh Indonesia melalui UU No. 29 tahun 1999. Terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam bidang politik, ekonomi, sosial
dan budaya. Selain itu, Konvensi ini juga menjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama di depan hukum tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul dan suku bangsa. Konvensi ini juga membentuk Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, yang mengawasi pelaksanaannya.
4) Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination againts Woman / CEDAW), 18 Desember 1979.
Kovensi ini mulai berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi oleh Indonesia melalui UU No. 7 tahun 1984. Konvensi ini mensyaratkan agar negara melakukan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan serta memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mendapatkan HAM dan kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya, Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
5) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan martabat (Convention againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment/CAT), 10 Desember 1984.
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan
Martabat Manusia (Kovensi Menentang Penyiksaan) mulai berlaku sejak Januari 1987. Indonesia mesahkan Konvensi ini melalui UU No. 5 tahun 1998. Kovensi ini mengatur lebih lanjut mengenai apa yang
terdapat dalam Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif,
administrasi, hukum, atau langkah-langkah efektif lainnya guna:
a. mencegah tindak penyiksaan, pengusiran, pengembalian (refouler), atau pengekstradisian seseorang ke negara lain
apabila terdapat alasan yang cukup kuat untuk menduga bahwa orang tersebut akan berada dalam keadaan bahaya (karena
menjadi sasaran penyiksaan),
b. menjamin agar setiap orang yang menyatakan bahwa dirinya telah disiksa dalam suatu wilayah kewenangan hukum mempunyai hak untuk mengadu, memastikan agar kasusnya
diperiksa dengan segera oleh pihak-pihak yang berwenang secara tidak memihak,
c. menjamin bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksinya dilindungi dari segala perlakuan buruk atau intimidasi sebagai
akibat dari pengaduan atau kesaksian yang mereka berikan,
d. menjamin korban memperoleh ganti rugi serta (hak untuk mendapatkan) kompensasi yang adil dan layak. Konvensi ini dalam pelaksanaannya diawasi oleh Komite Menentang Penyiksaan (CAT), yang dibentuk berdasarkan aturan yang terdapat didalamnya.
6) Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child/CRC), 20 November 1989. Konvensi Hak Anak mulai berlaku sejak September 1990 dan disahkan oleh Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Konvensi ini negara harus menghormati dan menjamin hak bagi setiap
anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain.
Negara juga harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang
disampaikan, atau kepercayaan orang tua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya. Konvensi ini juga membentuk Komite Hak Anak (CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi Konvensi.
7) Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (ICMW, 18 Desember 1990). Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Semua
Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya adalah perjanjian multilateral PBB yang mengatur perlindungan pekerja migran dan
keluarga. Ditandatangani pada tanggal 18 Desember 1990, Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2003. Tujuan utama dari Konvensi ini adalah untuk menumbuhkan rasa hormat terhadap hak asasi para migran.
8) Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (CPED, 20 Desember 2006).
Pada 20 Desember 2006, Majelis Umum PBB Mengesahkan Konvensi Internasional Bagi Perlindungan Semua Orang Dari Penghilangan Paksa. Konvensi ini mulai berlaku (enter into force ) pada 23 Desember 2010, setelah Irak menjadi negara ke-20 yang
meratifikasi Konvensi ini.
Konvensi ini merupakan salah satu landasan hukum HAM internasional yang dapat memberikan perlindungan setiap orang dari
penghilangan paksa, Konvensi ini dibutuhkan sebagai upaya preventif dan korektif Negara dalam menjamin perlindungan bagi semua orang
dari penghilangan pakksa, mengingat praktik penghilangan paksa juga
terjadi di Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru, dan dalam kasus
– kasus pelanggaran HAM yang berat.
9) Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD, 13 Desember 2006).
Pada tanggal 13 Desember 2006 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Resolusi Nomor A/61/106
mengenai Convention on the Rights of ersons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Resolusi
tersebut memuat hak – hak penyandang disabilitas dan menyatakan akan diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi ini. Konvensi ini memastikan agar penyandang disabilitas
mendapatkan penikmatan penuh atas semua Hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
b. Perlindungan HAM dalam Instrumen hukum Regional
1. European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms (ECHR) berikut protokol-protokolnya dan
European Social Charter (ESC). Perlindungan HAM dalam sistem Eropa ada 2 yaitu ECHR dan
ESC. ECHR yang berfokus pada perlindungan hak sipil dan politik,
disetujui tahun 1950 dan berlaku tahun 1953. ECHR dan protokolnya
pada dasarnya melindungi sebagian besar hak yang tercantum dalam
DUHAM. Dalam pasal 1 ECHR negara-negara peserta diwajibkan untuk menjamin kepada setiap orang yang berada di dalam yurisdiksi
mereka, hak dan kebebasan yang dilindungi oleh ECHR tanpa diskriminasi.
Sedangkan ESC mencakup implementasi hak dan asas ekonomi dan sosial yang disetujui pada tahun 1961 dan mulai berlaku tahun
1965. Fungsi ESC adalah untuk melengkapi ECHR. ESC bertujuan untuk memastikan partisipasi negara dalam mewujudkan hak-hak yang berkaitan dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
2. Charter of the Organization of American States dan American Convention on Human Rights (ACHR) berikut Protokol-protokolnya.
ACHR dikenal juga sebagai Pakta San Jose dan Protokol San Salvador mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, merupakan bagian dari sistem HAM antar-Amerika. ACHR disetujui di San Jose, Kosta Rica tahun 1969 dan berlaku Juli 1978.
Protokolnya disetujui oleh negara-negara peserta pada 14 November 1988 dan dikukuhkan oleh Majelis Umum OAS.
ACHR mensyaratkan negara-negara peserta untuk menghormati hak asasi dan kebebasan, serta menjamin semua orang
yang berada di bawah yurisdiksinya akan dapat menggunakan hak dan kebebasan tersebut secara bebas dan penuh.
Protokolnya hanya menuntut agar setiap negara peserta mengambil langkah-langkah yang sesuai dalam rangka mencapai
secara progresif kepatuhan sepenuhnya terhadap hak-hak yang diakui
dalam protokol.
Dua (2) organ yang mengawasi implementasi dan penegakkan
hak-hak yang tercantum di dalamnya yaitu Inter-American Commission on Human Rights (komisi antar Amerika mengenai HAM) dan Inter-American Court of Human Rights (Pengadilan antarAmerika mengenai HAM).
3. African Charter on Human Rights and People’s Rights Piagam Afrika atau Piagam Banjul merupakan instrumen regional HAM yang berlaku yang berlaku di lingkungan negara-negara anggota Organization of African Unity /OAU (Organisasi Persatuan
Afrika). Piagam ini disetujui pada Juni 1981 di Nairobi dan diberlakukan pada 21 oktober 1986. Piagam Afrika tidak hanya melindungi hak sipil dan politik individu, tetapi juga berupaya menggalakkan hak ekonomi dan sosial, serta kategori hak-hak generasi ketiga yang kontroversial. Piagam ini juga mengatur kewajiban individu terhadap keluarga, masyarakat dan
negara. Piagam Afrika meupakan satu-satunya instrumen regional mengenai HAM yang mencantumkan hak generasi ketiga.Ada dua jenis mekanisme pengaduan antar negara dalam Piagam Afrika, selain mekanisme pengaduan antarnegara, Piagam
Afrika juga mengatur Pengaduan tertulis yang lain.
Sumber:
1. Baehr, Peter. 1993. “Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia”, Edisi
Kedua. Jakarta: UI Press.
2. Suntoro, Agus. 2018. “Perlunya Pendekatan HAM dalam Kebijakan Pembangunan
Infrastruktur”. Diakses
dari: https://nasional.kompas.com/read/2018/01/15/21090441/perlunya-pendekatan-hamdalam-kebijakan-pembangunan-infrastruktur?page=all, pada tanggal 2 April 2020. pukul
18.34 WIB.
3. Wikipedia. “Hak untuk Berkembang”. Diakses dari:
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Right_to_development
&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp tanggal 2 April 2020. pukul 18.48 WIB.
Wikipedia, Deklarasi Tugas dan Tanggung jawab Manusia. Diakses dari:
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Declaration_of_Human
_Duties_and_Responsibilities&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp pada tanggal 2 April 2020.
pukul 19.20 WIB.
4. Wikipedia. 'Deklarasi Universal Keanekaragaman Budaya' Diakses dari:
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/UNESCO_Universal_
Declaration_on_Cultural_Diversity&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp tanggal 2 April 2020.
pukul 18.54 WIB.
5. IGLHRC. 2003. "Resolusi tentang Orientasi Seksual dan Hak Asasi Manusia - Komisi
Hak Asasi Manusia PBB - Berkas Kampanye IGLHRC". IGLHRC . Diperoleh 2 April 2020.
pukul 15.02 WIB .
6. International Human Rights Standards for Law Enforcement. 1997. (Genewa: OHCHR).
7. Wikipedia. “Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja
Migran dan Anggota Keluarganya”. Diakses
dari:https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/International_Con
vention_on_the_Protection_of_the_Rights_of_All_Migrant_Workers_and_Members_of_Th
eir_Families&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp pada tanggal 2 April 2020. Pukul 16.01.WIB.
8. ELSAM (Referensi HAM). 2014. “Konvensi Hak Penyandang Disabilitas”. Diakses dari:
https://referensi.elsam.or.id/2014/10/konvensi-hak-penyandang-disabilitas/ . pada tanggal 2
April 2020. pukul 15.58 WIB.
9. OHCHR. Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional dan badan Pengawasannya